Ada yang bilang Pancasila jangan cuma dihafalankan, tapi
diterapkan dan diamalkan. Namun yang lain mendebat: 'bagaimana bisa diterapkan
dan diamalkan, jika hafal saja tidak?'
Jika Anda lebih setuju yang kedua, pengalaman mereka yang
tak hafal Pancasila berikut pasti sangat memalukan. Apalagi, mereka adalah
pejabat negara atau orang yang sedang mencalonkan diri sebagai pejabat negara.
Ya, mereka tidak hafal Pancasila yang kata Soekarno adalah
nilai-nilai yang diambil dari kehidupan bangsa Indonesia. Jenis ketidakhafalan
para (calon) pejabat negara ini pun beraneka ragam. Mulai ada yang lupa per
kata, sampai ada yang lupa sama sekali satu sila.
Seandainya para (calon) pejabat negara masih murid SD,
barangkali guru sudah menyetrap mereka. Penasaran, siapa saja mereka?
Berikut ini adalah para (calon) pejabat negara yang tak
hafal Pancasila :
1) Bupati Magetan Sumantri
Bupati Magetan Sumantri menjadi bahan tertawaan para PNS
Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magetan. Sebab, Sumantri tidak hafal
mengucap Pancasila saat upacara peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) ke-67
Kemenag, di alun-alun kabupaten setempat, Kamis Januari tahun lalu.
Sebagai inspektur upacara kala itu, Bupati Sumantri
berkewajiban mengucapkan Pancasila untuk diikuti peserta upacara. Sila pertama
berhasil diucapkan dengan baik. Namun, di sila kedua dia berucap,
"Persatuan Indonesia."
Kontan, para peserta upacara tertawa, dan tak sedikit yang
berteriak-teriak untuk mengoreksi kesalahan sang bupati. 'Ini kebangetan,"
kata peserta upacara yang tak mau disebutkan namanya.
Usai upacara, Sumantri yang dikonfirmasi menganggap
ketidakhafalannya mengucap Pancasila itu sebagai sesuatu yang wajar. Terlebih,
kata Sumantri, kesalahan ucap seketika itu juga sudah dia benarkan.
"Bupati itu manusia bukan malaikat yang tidak luput
dari lupa dan salah," kata Sumantri lewat Kepala Humas dan Protokol Pemkab
Magetan, Saif Muhclisin, seperti dikutip media lokal.
2) Gubernur Riau Wan Abubakar
Insiden Pancasila lagi-lagi terjadi saat upacara. Gubernur
Riau Wan Abubakar bukan tidak hafal mengucapkan Pancasila dalam upacara
peringatan Hari Pahlawan 2008 di halaman kantor gubernur. Tapi dua lupa
membacakan sila kelima dari teks Pancasila yang dipegangnya.
Ya, sila Pancasila yang berjumlah lima hanya dibaca empat.
Sila kelima yang berbunyi, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia" sama sekali tak dibacanya. Ia langsung menyerahkan teks
Pancasila padahal baru membaca empat sila.
Setelah itu, seakan tidak ada kesalahan apa pun, upacara
tetap berlanjut. Wan pun tetap bersemangat saat menyampaikan pidato upacara.
Usai upacara, kepada wartawan gubernur mengaku khilaf tidak membaca sila kelima
Pancasila.
"Saya silaf dan di kaca mata saya tiba-tiba ada semut
merah," ujarnya tak serius.
3) Para calon wakil bupati di Pilkada Soppeng
Kejadian ini bisa dibilang tidak hafal Pancasila berjamaah.
Peristiwa ini terjadi debat terakhir Pilkada Soppeng, Sulawesi Selatan, Juni
2010. Dari tujuh calon wakil bupati (Cawabup), hanya satu yang hafal Pancasila.
Tragis.
Dari tujuh cawabup yang tampil dalam debat di Gedung KONI
Watansoppeng itu, hanya cawabup Supriansa dari pasangan Sulham Hasan- Supriansa
(SULAPA) yang hafal Pancasila. Selebihnya, para Cawabup terbata- bata dan tidak
beraturan saat diminta menyebutkan satu persatu lima dasar kehidupan bangsa
Indonesia itu.
Adalah Cawabup Andi Hendra Pabeangi dari pasangan Syamsu
Niang-Andi Hendra Pabeangi (SAUDARATA) yang menjadi pemicu ketika mendapat
kesempatan bertanya kepada enam calon lain. "Pertanyaan saya yakni, saya
minta agar menghafalkan Pancasila," katanya mengajukan tantangan kepada
semua calon.
Cawabup Basrah Gissing dari pasangan Andi Herdi-Basrah
Gissing (HIBAH) mendapat giliran pertama. Dia terbata-bata, begitu juga Kyai
Muda Sulaeman dari pasangan Andi Sarimin Saransi- Kyai Muda Sulaeman
(AS-SALAM).
Sementara Aris Muhammadia dari pasangan Andi Soetomo- Aris
Muhammadia (Asmo- BERKHARISMA) juga terbatabata dan tak berurutan.? Sedangkan
Andi Rizal Mappatunru dari pasangan Andi Kaswadi Razak-Andi Rizal Mappa-tunru
(AKAR) lancar menyebutkan sila pertama hingga ketiga, tapi di sila kelima dia
terpeleset.
Cawabup Sukman Junuddin dari pasangan Andi Taufan
Alie-Sukman Junuddin (ATM-Suka) tak kalah terbata-bata. Sementara itu,? Cawabup
Basrah Gissing yang memiliki kesempatan bertanya kepada keenam calon lainnya
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menguji Cawabup Andi Hendra, yang
mengajukan tantangan hafalan Pancasila. Ternyata, Andi Hendra juga terbata-bata
dan tidak berurutan. Duh.
4) Calon hakim konstitusi Djafar Albram
Ini barangkali kejadian tidak hafal Pancasila yang paling
gres sekaligus paling tragis. Dalam seleksi hakim konstitusi di DPR kemarin,
salah satu calon Djafar Albram ternyata tidak hafal Pancasila. Padahal, sebagai
calon pengawal konstitusi–yang di dalamnya termaktub Pancasila–dia seharusnya
hafal.
Kejadian berawal pada saat anggota Komisi III dari Fraksi
PDI Perjuangan Achmad Basarah bertanya kepada Djafar Albram. Sebelum Basarah
bertanya ke pertanyaan inti, dia menguji terlebih dahulu pengetahuan calon
hakim MK dengan pertanyaan yang umum.
Basarah menginstruksikan agar Djafar menyebutkan sila
keempat dari Pancasila. "Sebelum saya bertanya ke pertanyaan berikutnya,
dengan langsung menjawab. Saya mohon anda menyebutkan sila-sila dalam pembukaan
UUD yang ada di alinea keempat (Pancasila)," kata Basarah di Gedung DPR,
kemarin.
Mendengar pertanyaan itu, Djafar pun terlihat gugup dan
meminta agar menyebutkan satu persatu sila yang ada dalam Pancasila dari awal.
"Baik, saya akan jawab dari awal ya," jawab dia.
Basarah pun meminta agar hanya menjawab pada sila keempat
saja, tidak dari pertama hingga akhir. "Keempat saja pak yang saya
minta," sambung Basarah.
Tanpa menghiraukan pertanyaan Basarah, Djafar pun dengan
lantang membacakan Pancasila dari yang pertama hingga yang ke lima.
"Yang pertama, Ketuhanan yang maha Esa, kedua Perikemanusiaan
yang adil dan beradab, ketiga Persatuan Indonesia, keempat Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan keadilan, lima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," papar Djafar.
Mendengar jawaban yang salah dari calon hakim MK, Basarah
pun menyanggah jawaban tersebut. "Yang kedua bukan perikemanusiaan tetapi
kemanusiaan, dan yang keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaaan
dalam permusyawaratan perwakilan, bukan keadilan," tegas Basarah.
Usai seleksi, Djafar berkilah dia gugup saat mendapat
pertanyaan itu. Namun alasan itu tidak sepert tidak bisa dimaafkan oleh para
politikus Senayan. Alhasil, pada pemungutan suara, Djafar hanya mendapat satu
suara dan gagal menjadi hakim konstitusi.
0 komentar:
Post a Comment