PENDAHULUAN
Data keuangan dan data ekonomi
sangat diperlukan seiring dengan kemajuan perekonomian saat ini. Para pemilik
atau penanam modal sudah menyebar ke segala pelosok daerah dan operasinya sudah
tidak hanya di lingkungan dalam negeri namun sudah meluas hingga ke luar
negeri. Modal yang ditanamkan dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan
atau pengendalian. Oleh karena itu, mereka sangat memerlukan laporan keuangan
yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya.
Bank-bank melakukan pengawasan
dalam pemberian kredit agar uang yang dipinjamkan tersebut selamat dan
menghasilkan bunga yang diharapkan. Sehingga mereka sangat memerlukan laporan
keuangan guna menilai kemampuan ekonomi para nasabah atau calon nasabahnya.
Dalam pasar modal juga sangat diperlukan laporan keuangan bagi perusahaan yang
akan go public. Demikian juga pemerintah memerlukan laporan keuangan wajib
pajak sebagai dasar penentuan pajak agar lebih obyektif. Pihak-pihak lain
seperti calon kreditur, calon investor, serikat buruh, lembaga-lembaga keuangan
serta industri lainnya juga sangat memerlukan laporan keuangan. Oleh karena itu
laporan keuangan yang disajikan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri pada laporan keuangan
tersebut tidak tersesat. Hal itulah yang menjadikan peranan akuntan sangat
penting dalam penyajian laporan keuangan.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal
Profesi Akuntan
Profesi akuntan telah dimulai
sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai
kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang
bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan
keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik
modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk
kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola
modal tadi.
Kalau kegiatan ini belum besar
umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat
pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk
memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban
pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
B. Perkembangan
Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke
dalam 4 periode yaitu:
1) Pra Revolusi
Industri
Sebelum revolusi industri,
profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun
terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan
fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal
adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja
untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk
menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini
kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat
fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini
adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan
terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik
dana.
2. Masa Revolusi
Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode
sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan
kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya perkembangan
ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor
produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan
pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer
dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi
dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap
pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan
penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk
adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau
sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan
pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah
dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan
adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan
yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul
perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan
kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan
dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan
secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi
pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan
penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi
juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan.
Pada masa ini yang membutuhkan
jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam
menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 –
Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan
bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang
menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi
berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase
yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan
kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang
terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang
membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor,
pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti
peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia
usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam
menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS
mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap
perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen
dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia
akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang
dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis,
terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa
sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan
Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan
mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat
besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah,
pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan
termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai
kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu
caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan Profesi
Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson
dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial
Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan
beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat
pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah
menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada
kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah
Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan
di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I
telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal
ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan,
dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan
kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan
dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan
jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan
akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak
berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai
akuntan.
Padahal,
pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan
oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi
negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan
dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan
yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya
Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata
perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena
perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan
ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang
menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan
Negara.
Perluasan
pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal
“membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa
akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi
akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an
dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank
ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk
menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan
publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan
jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada
Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil
penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di
Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar
yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres
Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik
Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki
perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah
berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan
dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
Pada akhir
tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976,
menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan
adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik
meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan
untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan
perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
Menurut Katjep
dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia”
yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa
profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa
catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau
memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Untuk lebih
mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978
dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi
akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar Lumban
Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang
berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
1) Kesepakatan
untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh
semua pihak.
2) Kepada
wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu
oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran
Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar
penetapan pajak.
3) Kalau
terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan
publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk
diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
Kesepakatan
ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa
laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti
PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang
wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan
publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan
nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi
akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini
merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27
Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan
publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan
publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan
cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang
diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini
dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan
termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul
dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam
kongres ke V tahun 1986.
Setelah
melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi
tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang
pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin
praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta
sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar
persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen
pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu
dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain
mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan
akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu;
kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi
izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada
individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada
akuntan asing.
Pada tahun
1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui
Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988.
Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan
publik yang bertujuan:
1) Membantu
perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
2) Memberikan
masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki
Departemen Keuangan dalam program pendidikan
3)
Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai
hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen
KAP.
4)
Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi
penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan
membantu pelaksanaannya
5) Memantau
laporan berkala kegiatan tahunan KAP
Sebelum
diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987
profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari
pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah
menentukan bahwa:
1) Untuk
melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan public / akuntan negara
untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat
“wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2) Laporan
keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan
PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3) Jangka
waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek tidak boleh
melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode
ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia
usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak
kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi.
Namun,
keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi
kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah,
perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh
perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik.
Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan
lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan
Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan
peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal
asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992
profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen
Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson
pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan
yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin
banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya
transportasi dan komunikasi
3) Makin
disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya
perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan
kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1) Kebutuhan
akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik
semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan
laporan keuangan.
2) Kebutuhan
akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang
lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah
pengetahuan.
3) Kebutuhan
akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi
informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang
dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi
akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari
pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat
mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan
datang.
sumber :
- Buku Setengah Abad Profesi Akuntansi, Theodorus M Tuanakotta
- http://tugasku.netgoo.org/t233-sejarah-masing-etika-profesi
- http://books.google.co.id/
- http://dhycana.wordpress.com/2008/11/14/perkembangan-akuntansi-publik/
- http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
- http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
- http://warnadunia.com/
- http://www.e-dukasi.net/
- http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
- https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf
0 komentar:
Post a Comment