Indonesia sedang dirundung bencana. Setelah banjir bandang menyapu Wasior, Papua, ombak tsunami melanda Mentawai. Lalu Gunung Merapi pun meletus. Korban berjatuhan. Bila ditotal, kurang dari 500 orang tewas. Ratusan ribu orang mengungsi.
Di Jakarta, bencana adalah teman sehari-hari. Mulai banjir, kemacetan panjang, sampai kecelakaan lalu lintas.
Jatuhnya korban kadang-kadang dipicu oleh tak efektifnya sistem peringatan dini. Permasalahan inilah yang kemudian menginspirasi Andry, 29 tahun.
Andry membuat sebuah aplikasi untuk platform Android, yang sedang naik daun. "Bencana yang bertubi-tubi, banyak korban yang tak tertolong karena tidak ada peringatan sebelumnya," ujar Andry kepada iTempo di sela-sela pengumuman Indosat Wireless Innovation Contest pekan lalu.
Andry memberi nama aplikasinya Sixth Sense. Ia berharap aplikasi ini seperti indra keenam, mampu memberi peringatan sebelum ancaman terjadi.
Sixth Sense mengantarkan Andry, yang berasal dari Bandung, menjadi juara untuk kategori commerce, mengalahkan dua pesaingnya: Harry Prasetyo dan Putri Chairina.
Aplikasi ini mencakup beberapa macam bencana di sekitar kita, seperti banjir, kebakaran, tanah longsor, gempa, tsunami, dan gunung meletus. Aplikasi ini memungkinkan pengguna telepon seluler Android mendengar bunyi alarm yang nyaring dan getaran di ponsel ketika pengumuman bencana terjadi di suatu tempat.
Alarm itu akan memudahkan pengguna jika sedang berada di keramaian atau tengah lelap tertidur. Bila nada dering dimatikan, ponsel akan bergetar. Alarm ini akan terus berbunyi dan makin keras bunyinya sebelum dimatikan.
Input data tentang peringatan dini itu berasal dari lembaga yang berwenang untuk memberikan pengumuman terjadinya bencana yang sedang terjadi, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Lembaga resmi ini akan memasukkan jenis dan lokasi bencana kepada pengguna.
Lembaga itu bisa menggunakan server Andry untuk memasukkan data atau bisa juga aplikasi ini diintegrasikan dengan sistem peringatan dini lembaga yang dimaksud.
Lembaga ini pun bisa menggandeng operator dan mendorong informasi ke ponsel atau menyebarkan informasi itu kepada pengguna dengan pesan pendek (SMS). Jika akan disebarkan melalui operator, operator yang bersangkutan harus menyediakan jaringan dan memasang di base transceiver station tertentu.
Andry mengatakan, secara teknis teknologi di Android sudah banyak sehingga tak sulit untuk mengembangkan aplikasi seperti itu. Ia memilih aplikasi untuk sistem operasi Android terbaru, yaitu Android 2.2 atau Froyo.
Dengan Froyo, kata Andry, aplikasi bisa menjangkau layanan pesan dari cloud ke perangkat. Artinya, teknologi ini bisa mendorong data melalui Internet ke perangkat atau ponsel. Untuk penyebaran informasi ini hanya dibutuhkan maksimal 1 kilobita per pengguna. Pengguna ponsel akan menerima notifikasi dalam waktu yang singkat.
“Paling cuma selisih dua detik setelah data masuk ke server langsung bisa diterima pengguna,” ujarnya.
Jangkauan peringatan atau notifikasi itu, kata Andry, tergantung jenis bencana. Sebagai contoh, untuk bencana banjir bisa disebarkan hingga radius 10 kilometer. Untuk memverifikasi posisi pengguna bisa diketahui melalui GPS atau kontak terakhir dari si pengguna. Yang agak susah jika pengguna tidak mengaktifkan GPS-nya.
Aplikasi ini memang baru di ajang kontes dan belum diaplikasikan segera. Andry juga ingin mengembangkan aplikasi ini untuk platform ponsel yang lain. “Supaya bisa dinikmati lebih luas," katanya.
Untuk merancang aplikasi ini, Andry membutuhkan waktu hampir dua pekan. Dia sempat mengalami hambatan saat memasukkan kode dan masuk ke otorisasi cloud. “Tapi jika sudah terbiasa sih mudah sebenarnya,” ujarnya.
sumber: takunik.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment